Lampung - Dewan Pers secara resmi telah menyerahkan rancangan peraturan presiden (R-Perpres) Media Berkelanjutan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
Naskah draf diserahkan langsung oleh Ketua Dewan Pers sisa masa periode keanggotaan 2022 - 2025, Dr Ninik Rahayu, dan telah diterima oleh Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik (IKP), Usman Kansong, di Jakarta, Jumat (17/2).
Adapun sebelumnya dalam penyusunan Rancangan Perpres, terkait Media Berkelanjutan atau publisher right platform digital di Hotel Pullman, Jakarta Pusat, Rabu (15 /2/2023) disinyalir terjadi silang pendapat.
Sangat disayangkan bahwa dalam proses penyusunan R-Perpres tersebut Dewan Pers hanya melibatkan 11 konstituen, hal ini membuat asosiasi media tanah air lainnya angkat bicara.
Salah satu di antara sekian asosiasi pers Indonesia yang turut mengkritisi langkah Dewan Pers yakni Ikatan Media Online (IMO) Indonesia.
Ketua Umum IMO Indonesia, Yakub F. Ismail meminta agar Dewan Pers lebih memperhatikan aspirasi dan suara seluruh konstituen baik yang sudah terverifikasi Dewan Pers (unsur) maupun belum (nonunsur) yang jumlahnya cukup signifikan.
Sebab, kata Yakub, konstituen yang dimaksud sesuai Peraturan Dewan Pers Nomor:1/Peraturan-DP/I/2023 tentang Pendataan Perusahaan Pers, Pasal 1, poin 3, adalah organisasi pers yang memenuhi standar ketentuan regulasi Dewan Pers.
Dengan begitu, ujar Yakub, seluruh organisasi pers baik organisasi wartawan maupun perusahaan media adalah konstituen yang berada di bawah binaan Dewan Pers.
"Dengan demikian jika kita berbicara masalah konstituen, maka konstituen Dewan Pers ini kan banyak, tidak hanya 11 konstituen yang diundang dalam pembahasan penyusunan R-Perpres. Pertanyaannya mengapa yang lain tidak diundang?" kata Yakub di Bakauheni Lampung, Senin (20/2).
Yakub juga meminta kepada Dewan Pers agar berlaku adil terhadap seluruh konstituen yang ada. Apalagi, kata dia, regulasi pers yang sedang dibahas ini punya dampak besar terhadap industri media di tanah air ke depan.
Lebih lanjut, Yakub menegaskan bahwa masyarakat utamanya konstituen Dewan Pers memiliki hak yang sama dalam memperoleh informasi publik.
Sehingga, bukan hanya konstituen yang sudah terverifikasi saja yang berhak mendapatkan informasi tersebut, melainkan yang lainnya juga.
"Dan yang lebih terpentingnya lagi selain hak mendapatkan informasi publik, konstituen Dewan Pers juga perlu dilibatkan secara keseluruhan dalam proses pembahasan R-Perpres ini," tukasnya.
Kendatipun menurut Yakub dalam proses pelibatan ini, antara konstituen yang sudah terverifikasi (unsur) dan yang belum terverifikasi (nonunsur) tentunya memiliki hak yang berbeda.
"Namun, perbedaan hak (keistimewaan) itu tidak lantas menggugurkan hak konstituen non unsur dalam partisipasi penyusunan R-Perpres tersebut," ujarnya.
Di samping itu, kata dia, jika dengan alasan lainnya adalah sebaran konstituen yang terlalu besar sehingga tidak mampu dilibatkan secara keseluruhan dalam rapat pembahasan R-Perpres, maka Dewan Pers bisa memanfaatkan sarana teknologi yang ada sehingga dapat menampung seluruh aspirasi konstituen.
"Kalau alasannya karena terlalu banyak, kan ada zoom meeting dan lainnya yang bisa dimanfaatkan sebagai media perantara diskusi. Jadi tidak ada alasan lagi untuk tidak melibatkan yang lain," jelas Yakub.***